Pembelajaran Momentum dan Impuls
Berbasis Proyek
“Water Rocket” untuk Melatih Keterampilan Proses Sains Peserta Didik
Oleh : Silvia Sofyanita Titahsari, S.Pd.
Guru Fisika SMA Hang Tuah 5 Sidoarjo
Menurut Prof. Yohanes Surya dalam bukunya Fisika Gasing (Gampang, Asyik, dan Menyenangkan), selama ini fisika dianggap pelajaran yang sulit bahkan menakutkan. Peserta didik menganggap bahwa fisika itu hanya untuk orang pintar. Padahal dalam pembelajaran fisika, peserta didik tidak hanya diajak menghafal rumus tapi juga diajak untuk berpikir logis, objektif, serta aplikasinya dalam kehidupan.
Salah satu materi fisika yang sering dianggap sulit yaitu materi momentum dan impuls. Materi momentum dan impuls merupakan materi Fisika Kelas X Semester 2. Kompetensi dasar keterampilan pada materi ini yaitu 4.10 Menyajikan hasil pengujian penerapan hukum kekekalan momentum, misalnya bola jatuh bebas ke lantai dan roket sederhana (Permendikbud No. 37 Tahun 2018). Melalui pelatihan keterampilan (KI 4), peserta didik diharapkan akan menyenangi jika memahami konsep-konsep fisika dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan hal tersebut, Distrik (2007) mendefinisikan keterampilan proses sains sebagai cara-cara yang ditempuh orang untuk mendapat pengetahuan tentang alam ini termasuk proses diantaranya adalah melakukan perencanaan, menyusun model, mengambil kesimpulan, dan lain-lain. Upaya yang dilakukan guru yaitu menentukan pendekatan sistem pengajaran yang tepat dan sesuai dengan pokok bahasan, kemampuan peserta didik, dan tujuan yang hendak dicapai. Pengajaran yang dilakukan harus dititikberatkan pada peran peserta didik secara aktif, dan tidak boleh dikesampingkan pula peran guru sebagai fasilitator, motivator, pemacu, maupun pemberi inspirasi.
Model pembelajaran yang relevan untuk mengatasi permasalahan tersebut diantaranya model Project Based Learning (PjBL). Model Project Based Learning (PjBL) membantu peserta didik dalam belajar:
- pengetahuan dan keterampilan yang kokoh dan bermakna guna (meaningfull use) yang dibangun melalui tugas-tugas dan pekerjaan yang otentik;
- memperluas pengetahuan melalui keotentikan kegiatan kurikuler yang terdukung oleh proses kegiatan belajar melakukan perencanaan (designing) atau investigasi yang open ended, dengan hasil atau jawaban yang tidak ditetapkan sebelumnya oleh prespektif tertentu; dan
- membangun pengetahuan melalui pengalaman dunia nyata dan negosiasi kognitif antarpersonal yang berlangsung di dalam suasana kerja kolaboratif (Santi, 2011 dalam Kristianti, dkk, 2016).
Pada materi momentum dan impuls ini, pembelajaran berbasis proyek yang dilaksanakan menugaskan peserta didik mendesain, membuat, dan mempresentasikan roket air. Proyek tersebut akan memberikan informasi dan pengetahuan peserta didik dalam pembelajaran tertentu, kemampuan peserta didik dalam mengaplikasikan pengetahuan, dan kemampuan mengomunikasikan informasi. Model project based learning adalah model pembelajaran yang terdiri dari tahap-tahap kegiatan yang diorganisasikan menjadi beberapa tahap seperti gambar 1.
Selanjutnya, pelaksanaan model project based learning dilakukan sesuai dengan tahapan yang terdapat pada gambar 1 dengan rincian sebagai berikut:
tahap 1 : guru menampilkan video roket air yang sedang meluncur.
Dari video tersebut, diharapkan muncul pertanyaan pada diri peserta didik:
“mengapa roket dapat meluncur?”
“bagaimana cara membuat roket air dan peluncurnya?”;
tahap 2 : secara berkelompok peserta didik diminta menyusun perencanaan proyek yaitu membuat desain roket air beserta peluncurnya;
tahap 3 : peserta didik diberi waktu pembuatan alat dan pelaporan selama satu bulan;
tahap 4 : guru melakukan monitoring terhadap hasil kerja peserta didik secara berkala setiap minggunya, serta memberikan masukan terhadap perkembangan proyek;
tahap 5 : uji coba hasil dilakukan setelah satu bulan, peserta didik diminta mempresentasikan terlebih dahulu, setelah itu baru menguji coba alat;
tahap 6 : evaluasi pengalaman oleh peserta didik. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk menyampaikan pengalaman yang diperoleh selama proses pembuaan alat dan uji coba.
Prinsip dasar roket air sama halnya dengan prinsip kerja roket atau jet, begitu pula dengan gurita atau cumi-cumi, hewan tersebut juga menggunakan prinsip yang sama untuk menggerakkan atau mendorong tubuh mereka. Roket air secara fisika merupakan implementasi dari perubahan momentum serta Hukum III Newton tentang aksi-reaksi. Cara kerja roket air sederhana yaitu botol minuman bekas yang digunakan sebagai badan roket diisi air dengan volume tertentu kemudian udara dimasukkan dengan cara dikompresikan ke dalam botol, kemudian botol ditahan agar tidak lepas sehingga botol akan meluncur berlawanan arah dengan arah keluarnya air dan udara bertekanan. Oleh karena itu, selain roket air sebagai media untuk mengkompresikan udara, mengetahui tekanan dalam botol, menahan botol, dan meluncurkannya maka dibuat juga suatu mekanisme yang disebut launcher (mekanisme peluncur).
Cara pembuatan roket air dan instrumen penilaian proyek yang digunakan ditunjukkan pada gambar 4 berikut ini:
Dari tugas proyek tersebut, selanjutnya diperoleh sebanyak empat jenis penilaian, yaitu presentasi alat, laporan kegiatan, video roket air, dan hasil uji coba alat. Penilaian tersebut didasarkan pada rubrik penilaian yang dibuat oleh guru. Keempat hasil penilaian tersebut selanjutnya dirata-rata sehingga diperoleh nilai akhir keterampilan proses sains. Tugas proyek ini diberikan kepada tiga kelas eksperimen yaitu kelas X MIPA 1, X MIPA 2, dan X MIPA 3. Berikut ini merupakan tabel sebaran nilai keterampilan proses sains pada proyek roket air di kelas X SMA Hang Tuah 5 Sidoarjo.
Tabel 1. Nilai Keterampilan Proses Sains
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa model Project Based Learning (PjBL) sangat sesuai diterapkan untuk melatihkan keterampilan proses sains pada peserta didik. Karena model tersebut peserta didik diajak untuk memahami sebuah konsep, bereksplorasi melalui sebuah kegiatan proyek, sehingga peserta didik aktif dalam prosesnya.